Monday, June 29, 2009

Mencari Jati Diri "Pengantar"

Setelah sekian banyak postingan berbahasa Jawa Kuno, kini saatnya disajikan postingan berbahasa Indonesia, judul aslinya adalah Prasasti dan Babad Pande (Mencari Jati Diri, Mengamalkan Bisama Bhatra Kawitan Menuju Ajeg Bali). Buku ini disusun oleh Pande Made Purna Jiwa, seorang warga Pande yang berasal dari Banjar Pande Mas Desa Budakeling Karangasem.

Buku ini beliau susun memang dipersembahkan kepada para semeton Pande dimana saja berada, untuk itu kami tetap mohon ijin menerbitkan kembali di Blog ini. Buku ini pertama kali luncurkan pada tanggal 26 September 2003, saat upacara pasupati “Prasasti Mpu Galuh dan Pande Capung Kamasan” di Pura Penataran Pande Budakeling, dimana beliau selaku sesepuh warga setempat. Dan pada saat peluncuran itu kami juga berkesempatan hadir dan memperoleh buku ini yang memang dibagikan secara gratis.

Mencari jati diri dimaksudkan oleh beliau adalah jati diri seorang Pande adalah punya keyakinan teguh, untuk membela dan mempertahankan kebenaran dan berani mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Walaupun prinsip tersebut bertentangan dengan kebijakan penguasa, yang bisa saja mengakibatkan penderitaan jasmani dan rohani bagi warga Pande. Sudah banyak semeton kita mengalaminya, yang tercatat mulai tahun 1911.

Mengamalkan bisama adalah melaksankan pedoman hidup yang diamanatkan oleh Bhatara Kawitan, kewajiban dan pantangan yang harus dilaksanakan oleh warga Pande. Melaksankan Dharma Kapandean, melaksanakan Brahma Sadana, berlandaskan Tri Kaya Parisudha.

Penerbitan buku ini sangat dibantu oleh banyak pihak, olehkarenanya Bapak Pande Made Purna Jiwa sangat berterimakasih kepada : Jro Mangku Ketut Subandi (alm) yang sudh begitu besar bantuannya, memberikan data-data, membantu terjemahan. Buku ini juga dapat diterbitkan karena banyak refrensi yang diberikan oleh Gedong Kirtya Singaraja dan Pusat Dokumentasi Kebudayaan Bali Denpasar.

disarikan dari :

Prasasti dan Babad Pande (Mencari Jati Diri, Mengamalkan Bisama Bhatra Kawitan Menuju Ajeg Bali)

Karya : Pande Made Purnajiwa

Sunday, June 28, 2009

Yowana Paramartha

Guna melaksankan ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Maha Semaya Warga Pande (MSWP) Prop. Bali, dibawah MSWP dibentuk organisasi remaja dengan nama YOWANA PARAMARTHA MSWP, dengan struktur dan pengurusnya ditetapkan oleh pengurus MSWP sesuai tingkatannya.

Pengurus harian MSWP melalui keputusan rapat di Celuk Gianyar, tanggal 10 Juni 2007 telah berhasil menyusun struktur dan pengurus YP MSWP Propinsi Bali, yang diharapkan dapat dijadikan sebagai wadah komunikasi, pendidikan, latihan dan pengabdian diri sebagai kader-kader muda MSWP sesuai ajaran Tri Para Artha : Asih, Punia dan Bhakti, sekaligus untuk membantu pengurus MSWP didalam menjalankan amanat Pesamuhan Agung; program kerja dan keputusan/ketetapan Pesamuhan Agung lainnya, sebagai wujud pengabdian pada warga, nusa, bangsa dan Negara.

Susunan Pengurus YOWANA PARAMARTHA

Ketua : drh. Komang Suarsana, MMA (Bangli)

Sekretaris : Putu Dian Pradnyanitasari (Munggu, Badung)

Bendahara : Pande Putu Bambang Wirawan (Beng, Gianyar)

Ketua Bidang Kewidanaan : Mayor Pande Komang Suciawan, SH (Denpasar)

Ketua Bidang Pendidikan dan Latihan : Pande Made Satya Sumitra (Denpasar)

Ketua Bidang Sosial Budaya : Made Pande Artadi, S.Sn, M.Sn. (Denpasar)

Ketua Bidang Sosial Ekonomi/Dana : Pande Agus Permana Widura (Denpasar)

Ketua Bidang Hubungan Masyarakat : Drs. Giriana Saputra, MFOR (Denpasar)

Disarikan dari :

Keputusan Pengurus MSWP Provinsi Bali

Nomor 02/MSWP-Bali/Kep/IV/2007

Tentang : Pengesahan Susunan dan Personalia

Pengurus Yowana Paramartha

Maha Semaya Warga Pande

Propinsi Bali

Sunday, June 21, 2009

Pura Penataran Pande Nusa Penida 'Foto 3)









Pura Penataran Pande Nusa Penida 'Foto 2)


Jro Gede

Jro Gede Istri


Pura Penataran Pande Nusa Penida 'Foto 1)









Pura Penataran Pande Nusa Penida

Selasa, 16 Juni 2009, saya menapakan kaki di pulau Nusa Penida, dengan satu keinginan yang kuat untuk menemukan satu Pura Penataran Pande. Setelah tiba, saya menuju ke sebuah penginapan di Desa Batununggul, kemudian menghubungi seorang teman untuk meminjam sebuah sepeda motor, guna melakukan sebuah perjalanan yang saya tidak ketahui harus mulai darimana, karena ternyata teman saya tadi mengatakan tidak ada Pura Pande setingkat Penataran, saya mulai berpikir, “yah kalo gak ada, ya Pura Paibon atau Mrajan Gede cukup”.

Perlu saya sampaikan bahwa, dalam pemikiran saya, untuk sebuah pulau dengan penduduk yang cukup besar, biasanya para leluhur Pande pasti membuat sebuah Pura Penataran, yang merupakan induk dari Pura Paibon/Mrajan Gede/Pura Dadya. Tapia apa, setelah menelpon beberap teman asal Nusa Penida, baik yang ada di Nusa Penida maupun yang ada di Bali, sempat juga bertanya di facebook, nyari di Internet, ternyata tidak ada seorangpun yang tahu keberadaan Pura setingkat Penataran di Nusa Penida. Dari informasi awal saya hanya diberitahu bahwa di beberapa desa ada pura Paibon Pande. Akhirnya saya putuskan untuk melakukan perjalanan tanpa arah yang jelas.

Setelah makan siang dan istirahat sejenak, sekitar pukul 14.00 wita, saya seorang diri melakukan perjalanan, teringat akan dijalur barat ada sebuah SPBU, saya arahkan perjalanan ke barat dengan maksud membeli bensin dulu. Ternyata SPBU disana belum buka, maka saya putuskan untuk membeli bensin disebuah warung. Tiba di warung, saya beli bensin, dan tak lupa bertanya “dimana ada Pura Penataran Pande, ternyata ibu pemilik warung itu tidak tahu juga, tapi tunggu sebentar, “OM NAMAH SIWAYA” ternyata ada seorang ibu dengan seorang anaknya yang datang membeli sesuatu. Pemilik warung bertanya kepada ibu pembeli, dan pembeli itu menunjukan disebuah desa ada sebuah pura setingkat penataran miliki warga Pande. Setelah mengucapkan terimakasih, saya langsung meluncur ke desa tersebut.

Pura Penataran Pande ada di Dusun Sebunibus Desa Sakti, sekitar 5 Km arah barat selatan dari desa Kutampi Kaler tempat saya beli bensin. Saya mengendarai motor dengan jalan yang sering menanjak. Setelah melewati tapal batas desa pakraman Sebunibus, saya mulai memelankan laju kendaraan, setelah sekian lama belum juga ketemu. Akhirnya saya melihat seorang anak kecil sedang berjalan searah dengan saya, saya berhenti dan bertanya, eh anak kecil tersebut ternyata tahu dimana tempatnya, dan meminta saya memboncengnya, karena tujuannya sangat berdekatan dengan lokasi pura.

Anak kecil, yang saya tidak sempat tanyakan namanya, ternyata seorang warga Pande, dia minta turun di depan Balai Desa Pakraman Sebunibus, setelah turun dia menunjukan jalan ke Pura Penataran Pande, dan berlari layaknya anak kecil, mungkin pulang ke rumahnya. Saya membelok motor masuk areal Balai desa, masuk ke gang kecil di belakang balai desa, karena lokasi pura ada di gang tersebut.

Sampai di jaba Pura, saya melihat ada tanda-tanda renovasi yang sedang dilakukan, saya celingak celinguk, tidak ada seorang pun di dalam Pura, tidak ada pekerja, tidakada Jro Mangku juga tidak ada warga satupun di Pura. Saya alihkan perhatian ke sebelah selatan pura di sana ada beberapa penduduk sedang mengerjakan sebuah bangunan untuk sanggah, mungkin akan dijual, saya bertanya, “dimana rumah Jro Mangku”. Ternyata yang ngemong Pura Penataran Pande bukan seorang Jro Mangku, melainkan seorang Jro Gede, setingkat diatas Pemangku, setelah memeberikan alamat rumah Jro Gede, saya langsung meluncur kesana.

Rumah (jero) Jro Gede ada disebelah utara balai desa, sekitar 500 M, ditandai dengan warung kecil, pos kamling kecil dan sebuah pohon asem. Saya turun dari kendaraan dan bertanya, ternyata betul disana, dan kebetulan Beliau ada dirumah. ‘OM SWASTYASTU’ saya melihat beliau sedang nyurat lontar, beliau seorang yang sudah sepuh, kurang lebih 60-65 tahunan, didampingi oleh seorang istri yang juga terlihat sudah sepuh. Setelah sedikit basi basi, selanjutnya beliau bercerita :

Pura Penataran Pande yang beliau among adalah satu-satunya Pura Penataran Pande yang ada di Nusa Penida, sehingga dipuja oleh seluruh warga Pande di Nusa Penida, namun diempon eloh sekitar 107 warga Pande di Desa Sakti Nusa Penida. Secara spesifik beliau tidak tahu pasti apakah kawitan beliau dari Tusan, dari Beratan atau dari Kamasan. Kedatangan warga Pande ke Nusa Penida diperkirakan saat mengikuti hijrahnya Dalem Saang (?) dari Gelgel untuk menjadi penguasa di Nusa Penida. Setelah menerima perintah, kelompok warga Pande yang akan berangkat ke Nusa Penida, tidak bisa berangkat pada hari yang ditentukan oleh Dalem, sehingga Dalem berangkat terlebih dahulu, baru keesokan harinya warga Pande bisa berangkat, karena alasan masih mengerjakan tugas yang belum bisa diselesaikan.

Dalem mendarat disekitar Pura Penataran Ped, dan melanjutkan perjalanan membuat istana disekitar desa Saab. Keesokan harinya warga Pande tiba, langsung melanjutkan perjalanan ke Saab, dalam perjalanan warga Pande istirahat di Dehan. Dari Dehan inilah kemudian warga Pande menyebar ke seluruh pelosok Nusa Penida. Ada yang ke Limo, Klumpu dan Sebunibus dan lain-lain. Tidak diceritakan mengapa Pura Penataran Pande dibangun di Sebunibus, apak karena jumlah warga yang ada cukup besar, tidak ada yang tahu.

Jero Gede, saat ini dipercayakan oleh warga Pande untuk muput segala upacara warga Pande, baik dewa yadnya, manusa yadnya, bhuta yadnya maupun pitra yadnya, kalau toh warga menginginkan menggunakan Sira Mpu, tetap tidak menjadi persoalan. Namun ada cerita menarik dari Jro Gede,pada tahun 1968-1970 ada ngaben masal di Nusa Penida, warga Pande disana melaksanakan ngaben kelompok yang dipuput oleh Jro Gede yang pada saat itu masih bergelar Jro Mangku. Jro Mangku muput dari awal sampai akhir upacara pengabenan warga Pande. Pada pertengahan upacara di ngaskara, tiba-tiba datang seorang polisi yang meminta upacara dihentikan dan langsung menginterogasi Jro Mangku. Dengan inti pertanyaan, apa hak jro mangku muput upacara pengabenan, dimana minta tirta pangentas. Dengan diplomatis Jro Gede yang saat itu bergelar Jro Mangku menjawab, yang muput upacara adalah Ida Bhatara Kawitan, serta minta tirta pangentas pada Bhatara Kawitan. Setelah melewati diskusi yang cukup lama, akhirnya upacara dilanjutkan kembali tanpa halangan.

Setelah cukup lama, akhirnya saya mohon diri hendak melakukan persembahyangan ke Pura Penataran Pande, namun Jro Gede tidak bisa mengantar karena akan melanjutkan pekerjaannya yaitu menyurat lontar tentang Kajang Pande yang terhenti akibat kedatangan saya. Sebelum pergi saya serahkan tiga buah judul buku, masing-masing dua buah, yaitu Pande Menggugat, Napak Tilas Perjuangan Leluhur dan Mengenal Jati Diri.

Saya kembali ke Pura Penataran Pande, setiba disana saya melihat-lihat dulu sekeliling Pura. Pura ini cukup luas. Dengan Pemedal Agung menghadap ke Barat, namun disebelah selatan terdapat pintu pamletasan. Pura Penataran Pande ternyata berdampingan dengan Pura Ibu Pande, yang terletak disebelah selatan, yang dihubungkan dengen sebuah pintu kecil. Di Pura Penataran Pande saat ini dilakukan renovasi Balai Gong yang pembiayaannya merupakan sumbangan dari seseorang. Sebagaimana umumnya Pura Penataran, di sana terdapat Pesamuan, Manjangan Saluang, Padmasana, juga terdapat Prapen. Dari bentuk Prapen tersebut dapat diperkirakan bahwa pada masa lalu kebanyakan warga Pande disana melakukan pekerjaan Angandring.

Setelah puas berkeliling, saya bingung mau sembahyang tidak bawa bunga, tapi eh.. datang seorang ibu dengan anak perempuan kecil sekitar 5 tahun hendak menghaturkan sesajen. Maka dengan malu-malu saya minta bunga dan dupa guna sembahyang. Selesai sembahyang, saya foto-foto kemudian mapamit kembali ke penginapan.

Atas tuntunan Bhatara Kawitan, saya akhirnya dapat memenuhi kewajiban samskara untuk tirtayatra ke Pura Penataran Pande di Nusa Penida dan mengabarkan keberadaan warga kita di Nusa Penida. Buat Maha Semaya Warga Pande di semua tingkatan, kira perlu memberikan perhatian kepada Jro Gede, karena kondisi ekonomi beliau belum memadai, sebagai jan banggul warga di Pura Penataran. Buat Warga Pande dimana saja berada, jika hendak melakukan persembahyangan ke Pura Dalem Ped Nusa Penida, hendaknya tidak mengabaikan Pura Penataran Pande di Sebunibus. Dari Pura Dalem Ped ke Pura Penataran Pande kurang lebih 4 Km kea rah barat.

OM TAT SAT

OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM

Prasasti Pande Kesian "PUPUT"

Kunang rengakena muang ling Dalem tuhu musti, yan tan hana kapandetan, kapandean ngaran, anya lara kana Dharmaning Kapandean nira jati tan paheka muang tan papuera tikang bhumi kabeh, tuhu sira Pande angika murua bhumi wisakalania Sang Hyang Eka, ngaran Sang Hyang Tunggal, ngaran Sang Hyang Wenang, wenang sira Pande sapolahing sarwa wenang, wenang sor wenang luhur, ringaluwur wenang sira Pande tan labda diniksan. Wenang sira Pande munggah amuja, masiwa pakrana, haja angrasuk bhawa tan alunia, wenang angentas, sarwa sanak sira Kapandean, luwih wong baneh pada wenang, yan sampun sakarepnia, pinanditha ngaran.

Kunang rengakena muah ling Dalem murdhaning bhumi Bali sadaya, Ah ahum uduh kita ruang sanakku kita Kapandean, wenang sira labda diniksan maka pala lokasrayaning bhumi kabeh, apan sira tistisning Brahmanda Siwa Saguna, angaduh Dharmaning Kapandean, maha Mpu Pandita ngaran, sira wenang angrasuk bhawa, bhawa kaya Sang Hyang Siwa Rsi, mangkana kenget akena. Kunang akewasan murpa sira maring suniatma tamaka klayuan sekar, aja sira amendem, wenang ingaskara de ruang sanak sira sadaya, wenang mapaduksa, wenang ngangge padmasana angelayang, padawang ageni nala, mapalinggihan lembu sueta, aja angeseng ring semesana, wenang ring sawah wenang ring tegal. Aja sira mamurug lawan ling manira iki, sira mamurug tan para wangde ya rundah kali sangara bhumi, gering tumpar sab sab merana, teka maring desa sadesa. Mangkana kenget akena aja lupa sira ri waranugrahan Dalem ring pratisantana kasantananira, nira Maha Mpu Brahmanda Pandita Siwa Saguna, manira Ida Dalem Sri Smara Kapakisan murdhaning bhumi Bali raja sadaya. Wuus suddha hanugraha piagem swalapatra iki, wuus kasiaran kana de maha patih Kriyan Patandakan, didine prasama wuus waruka. Daianta prasama umatur sakwehing para bawadanda, tanda mantra, punggawa, lurah sadaya muang sakwehing para bandesa sawengkuhing bhumi Bali raja sadaya. Prasama anembah rijeng bukpadan Ida Dalem Sri SmaraKapakisan anuwun kaya siwarcanamnira, maka murdhaning bhumi Bali sadaya, asumedi maring Gelgel.

Aja kita jana padanku sadaya tan mituhu muang pido lawan waranugraha Ida Dalem iki, jah tasmat. Ong Ang Ang Ang Ong Ang Mang , tan dadi ya jadma manusa muah. Mangkana ling Dalem.

Pupu sinurat ring dina, ca, ka, wara landep, hanemu sukla paksa, pangrwa welas, masaning kacatur, windu sengara, rah tunggal, 1909 Saka. (mantra tidak diposting)

Seuratan kajang lan rerajahan pangangge Kapandean sane munggah ring Prasasti nenten kesalin iriki.

puput

Thursday, June 18, 2009

Prasasti Pande Kesian "29"

Kunang hana muah piwekas manira aja tan pikedepa, yan wuus manira prapteng Yawa Dwipa mandala aja lupa sembah juga manira muah kengetakena kawekasan patirtan Bhatara Sang Hyang Brahma Gni Wisesa muang Sang Hyang Mahadewa ring Besakih rikala purnamaning kapat muang purnamaning kadasa, hingkara manira muang Bhatara kawitanta sadaya tumurun ka Bali Aga saking gunung Semeru ngiring Bhatara Sang Hyang pasupati prasama tumurun putran Sang Hyang Pasupati saking gunung Agung, Sang Hyang Mahadewa nga, Sang Hyang Putra Jaya diniring de Sri Diah Kul Putih, nga Sri Mpu Galuh, Diah Kencana Wati nga, ka putra de sira Mpu Brahma Raja, Bhagawan Mpu Bhumi Sakti nga, muah tumurun Sang Hyang Brahma Gni Jaya diniring de Sira Mpu Gni Jaya saking Gunung Lempuyang, hana muah Bhatara tumurun saking gunung Watu Karu nga, Sang Hyang Tumuwuh, Sang Hyang Manik Gumawang tumurun saking Gunung Beratan, nga Gunung Mangu. Sang Hyang Wisnu muang Bhatari Danu tumurun sakeng Danu Batur, Sang Hyang Brahma Embah Gni diniring Bhatara Mpu Brahmanda Pandeta Kentel Suci. Muah tumurun Bhatara Sang Hyang Manik Galang sakeng parahyangan Puser Jagat Pejeng Bali Madya diniring de Sira Mpu Brahma Pandita Suryaning Bhumi Kabeh. Hana muah tumurun Bhatar Hyang Tugu saking Gunung Andakasa. Prasama malingga priyangan Agung Besakih katuran pujawali turun kabeh.

Kunang sanakta rah putunta sadaya angaturakena sembah bhakti ring para Bhatara Kabeh, mangkana lingira Maha Abra Sinuhun Ong tabehulun Sira Mpu Brahmanda Pandita Siwa Saguna. Kunang iki muah wara nugraha Ida Dalem Sri Smara Kapakisan asumedi maring Gelgel maka murdhaning bhumi Bali Sadaya, Ah uduh kita Brahmanda Pandita Baja Wesi angaduh dharmaning Kapanditan muah kita Sang Satria Pandea Wesi katekeng Arya Lurah Kapandean panglebur gangsa kanaka tuhu kita angawe mertha, maka uriping bhumi marmite suka wibhawaning bhumi sadaya, angawe susaktining sang siwa bhuda muang bhujangga rsi nguniweh sang ratu anyakrawerthi, apan sira Kapandean maha pamuputning sakarya sayadnyaning sang catur wangsa, muang sagumi kabeh, mangkana kengetakena. Manira Dalem Sri Smara Kapakisan hatitip ring kita swala patra piagem iki, didine Sira Kapandean pagehing laku, pratiaga, pradata, ri kaliliran wit Wilatikta tumurun papareng lawan Dalem Ktut Sri Kresna Kapakisan diniring de para arya Majapahit asumedi maring Samprangan nguni, Sira Mpu Brahmanda Pandita Siwa Saguna as asana ring Tusan Kentel Gumi. Ika witania akena katama-katemu sahenyah henyah kita kaya kawekas wekasan. Manira Ida Dalem Gelgel Sri Smara Kapakisan murdhaning bhumi Bali sadaya wuus suddha anugraha, sakeng mangke tekaning lama-lama, aja Sira Pande angangge bade tumpang 11, wenang Sira Pande tumpang 9, tumpang 7, managa banda pada wenang mapadawang gni uala, matetamanan, magegunungan, makarang boma, salwiring papalihaning uttama, mawarna turut sangha wenang, mahulin arintia reka, mangle warna 9 malamak makuncal kuncal kumala.

Maharingring mabale pabasmian mahundag 9, 7, 5, 3 ika pada wenang. Kunang yan ring widhi wedanannia, wenang sira matebus tebusan, nista madya uttama. Muah matelajahan pring, bale badung, madagang-dagangan, mahempal-hempal muang bale darpana, mabale salunglung katekeng saruntutania kabeh pada wenang, mapatulangan lembu cemeng, walakania yan sampun mawinten wenang lembu putih. Kunang muah wara nugaraha Dalem ri Arya Kapandean, duh kita Kapandean haja-haja, haywa kita anuhur sang brahamana siwa bhuda muang bhujangga rsi, ila-ila dahat, angapa marmitania mangkana, didine Dalem Kpaandean muang Arya Kapandean, Lurah Kapandean wuus uruha ring jatinin ajati kita Kapandean sadaya, apan saking Sira Pandea juga angawe pangutik, pangrupak, marmite hana aksara ring lontar ginuet, kangglihar de sang brahmana siwa bhuda muang bhujangga rsi. Kunang muah sakeng Sira Pandea ya angawe siwa pakrananing sang siwa bhuda muang bhujangga rsi katekeng sarwa bawania kabeh, kunang yan sang siwa bhuda bhujangga rsi muang murdhaning bhumi katekeng sang catur wangsa sadaya, katekeng bhawa, genitri, hanting-hanting nia kabeh, muang yan sang brahmana siwa bhuda wuus pejah, sakeng sira kapandean juga anugraha pangentas jalan sadsa malaning sang siwa bhuda kunapanira, katekeng sang catur wangsa muang wong jadma manusa ri sabhumi kabeh. Ika ingaran pangentas jalan Hyang Dewa Pitratma didine suddha Hyang Dewa Pitara ngulihing suksma suniatma tamaka. Ika prasama kumijil saking tangan sira Kapandean, kiwa tengen. Ika sawetnia sira Pande tan wenang hanuwur sang brahmana siwa bhuda bhujangga rsi, ika kangetangkena aja sira Pande lipia ri siwarcanamku Ida Dalem Gelgel. Kunang wara nugrahaku muah ri sira Kapandean sadaya, Pandea wit saking Wilatikta nguni ika wenang adiksa karma, makapala lokasrayaning bhumi kabeh, apan sira tistisning maha Brahmana Pandita uttama Ongjkasma akenem tabek hulun, saking nira Mpu Dang Hyang Dwijendra, sira Mpu Raja Kerta puspatanira waneh, nira retuning Brahmana Mpu Dang Hyang Jawi, duk ring jagat Medang Yawa dwipa mandala, wani mangkana mimitania sira Kapandean. Kunag rengakena muah, yan hana ruang sanak sira Kapandean wuus wruh ri wara nugraha Bhatara Kawitan nira muang ri sarwa weda puja mantra, tattwaning aksara gama kabeh, tan sumida de sira adiksa karma yan sampun suddha mawinten, wenang sira Pande munggah amuja masiwa upakrana anging aja anggrasuk bhawa, pinanditha ngaransira, wenang sira angentas sarwaning sanak sira Kapandean sadaya, luih wong baneh pada wenang, tan hana sukertania apan sira Pande ingaran manusa sakti asuksatining sang catur wangsa, muah jadma manusa ring bhumi kabeh. Kunang yan hana tistis sira Mpu Brahma Wisesa nira anugraha aji Dharmaning Kapandean ngaran Kapanditan akarya sarwa sanjataning sang catur wangsa katekeng wong sudra wangsa kabeh, dahating suung sepi peteng pepet angaluung tikang anda bhuwana kunang wang ring bhumi ya adruwe kuon-kuon muang patandakan. Kunang yan rikala panas materik tikang bhumi, wong jadma manusa ika kabeh, aturu ri sor taru mageng kunang yan rikala udan agung aderes siang dalu, wong jadma manusa ika sadaya pada mayuda, tan wedi ri pati uripnia, prasama padamarebut rebuting gua guaning gunung-gunung, hana pejah hana mahurip, anging wang ika prasama mahering, tan hulih angulati papangan apan hia kari hamangan wah wahin taru taru jua, katekeng ruang-ruang nia, sarwa sanjatania sarwa baturinasah. Tan hana sarwa sanjata, sapanunggaling baja wesi, sakarya nira Sira Mpu Brahma Pandita Siwa Wisesa, Mpu Brahma Raja Wisesa puspita sira waneh. Nir anerehana jina kula, rua kueh nira laki-laki paripurna, ingaran Sira Mpu Brahmanda Pandita Siwa Saguna, nira anurun akena jina kula Brahmanda Pandita Kapandean ring bhumi Bali raja sadaya. Kunang arinira ngaran Mpu Brahmanda Pandita Gandring Sakti wuus kaparajaya de Ken Arok Weni duk ring wuni Tumapel Yawa dwipa mandala, ika marmitan nira sira Mpu Gandring aniwakan bajra wistanira ri kaget nira angawi biuta kali sangara bhumi Tumapel jahtasmat wastu rug sapta krapton. Mangkena kengetakena.

Prasasti Pande Kesian bersambung . . . . .

Wednesday, June 17, 2009

Prasasti Pande Kesian "28"

Kunang Arya Kapandean hana jumenek ring bhumi Tampaksiring, hana ring Srokadan, muang ring Abuan, ring Bangli, ring Sidem Bunut, ring Jagapati, muang ring Bangbang, ring Gunung Rata. Kunang kesah putran Dalem saking Tampaksiring asumedi maring Pejeng, muah hana maring Blahbatuh, sira Arya Lurah Kapandean hana ring Blahbatuh, ring Pering muah hana ring Bona, muah ring Patemon, hana ring Pejeng, hana ring Laplapan, ring Blusung, Jemadik, hana ring Mancawarna. Kunang heling sira Maha Sinuhun, Maha Mpu Brahmanda Pandita Siwa Saguna, ah, Ahum, uduh uduh kita rah putunku kita sadaya, Dalem Pandea Tusan muang kita Ki Ngurah Kapandean, haja-haja kita lipia ring Dharmaning Kapandean. Apan sakeng Dharmaning Kapandean maha suddha sakaria ening, sang siwa bhuda, muang bhujangga rsi muah sakarya sang ratu anyakrawerti, muang sakaryaning sang catur brahmana, paran lwirnia, kemenuh, manuaba, keniten, mas. Apan muah sakaryaning jadma manusa ring sabhumi kabeh.

Kunang yan sang siwa bhuda bhujangga rsi wruh sira, tan wenang sira anunggalakena baja wesi, muang anglebur gangsa kateken kenaka rupaka, apan saking dharmaning kapandean, mimitaning hana mretaning manusa, uripin sang catur wangsa sabhumi kabeh, mamirtania dahating suka wirya wibawaning sabhumi kabeh. Muah sakeng sira Pandea jua angawesanjataning sang wuus labda diniksan, ngaran siwa upakrana, craning sang catur brahmana walaka inucap sang siwa muang bhuda, saking dharmaning kapandean anugraha siwa upakranata, kateken sarwa bawanira kabeh, ika prasama umetu saking panunggalin tangan sira Pandea kiwa tengen. Sira Pandea juga wenang angawe pangentas kunapan sang siwa muang bhuda bhujangga rsi muang sang ratu anyakrawerti kateken punapaning sang catur wangsa ring sabhumi kabeh.

Ika marmitania haja-haja sira Pande anuhur pada ring sang siwa bhuda bhujangga muang rsi. Ila ila dahat sama sama juga halania, apan saking sira Pande anugraha siwa upakranan sang catur brahmana, muang pangentas jalan atmania. Ika sangkania aja sang siwa bhuda wani langgah amretista kapatian muang kahuripannia sawa Pande samudaya, aja aja sang catur brahmana dahating kita tan wenang, yan kita murug helingku, aku Maha Mpu Brahmanda Siwa Gni Lebur Gangsa, jah tasmat, brahmana tan weruh lawan kalinganing sor luur anging luur.

Kunang kengetakena muah santanan ingsun, tur merepih desa para desa, angebikin bhumi Bali Aga tuhu sira asanak ming tunggal ming rwa. Putran sira Dalem Pandia Tusan nurunang Satria Pandia Mahegawesi, nurunang Sang Satria Pande Urip Wesi. Muang sang Satria Pande Baja Wesi putran nira kwehira 35, kunang putran ingsun saking para arya wit Wilatikta, saking arya Kanuruhan asuta 5, sakeng Arya Kenceng asuta 7, sakeng Arya Bleteng asuta 6, muah sakeng arya Sentong asuta 5, sakeng Arya Belog asuta 4. Jumenek ring Kaba-kaba muang ring Munggu, Mangwi. Muah sakeng Arya Kuta Waringin asuta 3, saking Arya Pangalasan asuta 2. Kunang hana muah sakeng wesia sanak tiga, sakeng Tan Kober asuta 4, ngaran Ki Lurah Kapandean hana ring Abian Semal. Muah sakeng Tan Kawur asuta 5 jumenek ring Taman Punggul. Saking Tan Mundur asuta 3 ngaran Lurah Kapandean. Kunang putranku sakeng Arya Gajah Para asuta 4 jumenek ring Tianyar, panutukan, Abang, Culik, muah sakeng Arya Wang Bang asuta 2, sakeng Arya Blacang asuta 3. Sakeng Arya Tangkas asuta 8, muang saking Arya Kuda Pangasih, Arya Manguri ngaran asuta 2, ngaran Arya Pandea Lanang Dauh Bale Agung, arinia Arya Pandea Anyar Rama, nurunang Arya Delod Dauh ranak nira. Arya Pandea Dauh Bale Agung nurunang putra 3, lanang-lanang ngaran sira Arya Pande Gora Sirikan, muah Madya Sirikan muah Anom Sirikan, mangkana kueh putrakan ingsun, tumerping desa para desa humeder genahnia, maring gumi Nusa Bali Pulina tika matang nia kita sanatanan ingsun sadaya. Aja sira tan angangken akena maruang sanak aming tunggal sakedoh nia aming rwa, wenang tutur-tutur akena ri para ruang sanakta sadaya, haywa lupa, warah warah akena lawan pratrisantananta kabeh, sakeng mangke kaya ri glaha, kenget akena juga, puarahku iki, aku Sira Mpu Brahmanda Pandita Siwa Saguna, maka kawitanta samodaya.

Kunang renga akena muah kubipraya anilar ri sira sadaya, kumuah awali umantuking Yawa Dwipa mandala, muah angemit Sang Hyang Pasupati ring Gunung Semeru, uduh anakku Brahmana Dalem Pande Tusan, muah putranku Dalem Pandea Mahegawesi muah para Arya Kapandean, muah Lurah Kapandean kita samudaya. Lah renga akena de pahenak siwarcanamku, haja kita lipya sadaya lawan piwekasku mene, hendi ya taya kengetakena ring tata titi gagaduhanta amanggehakena Dharmaning kabrahmanta, Kapanditan muang Kapandean muang aksa kabeh, muah ring helinging rwabhineda, sarining suksma, sunia nirwana, para martadi, prama tatwa kabeh, haywa lupa ri puarahku mene, yan hana santanta saking manira to ta, tan manggehakena kaya helinging gagduhan aksara iki, muang sira hamurug, hana heling manira mangke, handikan Bhatara Kawitan nguni, jah tasmat moga-moga ta ya anung pang, salaku-laku nia akueh salah beda, muang prameda beda nia salwiring japa mantra wedania tampu, muah wirasaning ananggeh akena, kadharmaning kabrahmantan, kapanditan, nadian sira tan diniksan, tan wenang kaputing rajah tamah, ruwaketing panca indra temung artha muang hirsia joti, drenggi iri hati, ginawe hambek druake, ika pada tan wenang, apan dudu polahing kapanditan. Kunang muah ambeking sakiya, tanu nuraga pwa sira ring rat di taya. Salwiring wakia sidi mandi, yan hana wang waneh, tal paka dursila bhudinia, kena pwa ya kabjra wisia de bhatara Sang Hyang Pasupati, de ning sidi adnyanan nira mangkana kengetakena away lupa kita.

Prasasti Pande Kesian bersambung . . . . .