Sunday, July 12, 2009

Dalem Gelgel berguru kepada Mpu Bumi Sakti

Dalem Gelgel , Dalem Ktut Ngelesir yang bergelar Sri Smara Kepakisan yang dinobatkan pada tahun Isaka 1320 (1380 M), setelah kembali dari menghadiri upacara pitra yadnya Patih Madhu di Madura, selalu terkenang dengan kemampuan Mpu Bumi Sakti yang memuja dan muput yajna tersebut. Beliau ingin menyucikan diri melalui upacara pudlaga (dwijati). Lalu Dalem mengirim utusan ke Madura, yaitu seorang dari warga Pasek Gelgel yang bernama Pasek Beya, keturunan dari Ki Gusti Pasek Gelgel dari Banjar Pegatepan Desa Gelgel. Setibanya di Pasraman Kayumanis Madura, lalu disapa oleh Sira Mpu Bumi Sakti dengan sopan santun dan ramah tamah, semabari menanyakan siapa nama, dari mana dan apa keperluannya. Selanjutnya Ki Pasek Beya menyatakan sebagai utusan Dalem Gelgel agar Sira Mpu berkenan dating ke Bali untuk menjadi guru Dalem gelgel, karena Beliau sangat kagum dengan kemampuan Sira Mpu yang dibuktikan ketika mupu upacara pitra yajna Patih madhu dahulu, dimana ketika itu Dalem gelgel ikut hadir menyaksikan. Kemudian Sira Mpu Bumi Sakti mengatakan bahwa beliau masih berkerabat dengan Ki Pasek Beya, karena beraal dari leluhur Bhatara Kawitan yang sama.

Sira Mpu Bumi Sakti mengatakan bahwa beliau bersedia memenuhi keinginan Dalem gelgel, namun beliau bertangguh karena akan mencari hari yang baik untuk berangkat ke Gelgel dan mempersilakan Ki Pasek Beya berangkat terlebih dahulu ke Bali. Sesudah mpohon diri Ki pasek Beya akhirnya kembali ke Bali dan dengan selamat tiba di Gelgel dan segera melapor kepada Dalem Gelgel hasil perjalanannya ke Pasraman Kayumanis Madura.

Selang beberapa minggu kemudian Sira Mpu Bumi Sakti berangkat dari Pasraman Kayumanis Madura menuju Bali. Entah berapa lama dalam perjalanan, pada suatu hari Sira Mpu tiba di gunung Agung. Sira Mpu sangat takjub melihat cahaya gemerlap di atas padmasana manic, lalu Sira Mpu melakukan persembahyangan yang ditujukan kepada Bhatara Tohlangkir. Kemudian terdengar sabda gaib yang dating dari cahaya padmasana manik, yang menanyakan madksud dan tujuan Sira Mpu dating kesini. Dijawab oleh Sira Mpu bahwa kedatangannya atas undangan Dalem Gelgel yang ingin menyucikan diri melalui upacara pudlaga. Kemudian sabda itu bertanya lagi, apakah Sira Mpu mengetahui ada apa ditelapak tangan kanan Bhatara, apabila Sira Mpu mampu menjawabnya barulah boleh menyucikan Dalem Gelgel, seketika tampak sebuah tangan dihadapan beliau. Sira Mpu minta ijin untuk menjawab bahwa yang ada ditelapak tangan kanan itu adalah ‘Panca Brahma’ . Lagi pertanyaan, dimanakah tangan kanan itu harus dipukulkan, dijawab oleh Sira Mpu bahwa beliau tidak berani mengatakannya. Tiba-tiba cahaya dan tangan itu hilang seketika.

Sira Mpu mohon diri kepada Bhatara Tohlankir serta melanjutkan perjalanan ke Gelgel. Tidak diceritakan dalam perjalanan, akhirnya Sira Mpu tiba di Gelgel dan diterima dengan baik oleh Dalem Gelgel, Sri Smara Kepakisan. Kemudian dipersilakan duduk sejajar dengan Dalem. Disana Sira Mpu kembali menanyakan maksud Dalem mengundang Sira Mpu ke Gelgel. Dijawab oleh Dalem bahwa Dalem ingin menyucikan diri seperti leluhurnya terdahulu. Sira Mpu sangat mendukung niat Dalem, karena Dalem adalah keturunan seorang brahmana, yang bersumber dari satu kawitan dengan Sira Mpu dan Pasek. Setelah menyelesaikan permintaan Dalem Gelgel, entah berapa lama Sira Mpu tinggal di Gelgel, akhirnya kembali ke Pasraman Kayumanis Madura.

Kemudian diceritakan Sira Mpu Bumi Sakti berputra dua orang laki dan perempuan, yang sulung laki laki bernama Brahma Rare Sakti dan adiknya perempuan bernama Diah Kencanawati. Adapun Brahma Rare Sakti sangat pandai seperti ayahnya, dan beliau diberi gelar Mpu Gandring Sakti (bukan yang wafat ditikam Ken Arok). Sedangkan Dyah Kencanawati memiliki sifat sifat seperti Bhatari Uma, pandai dalam hal weda serta gemar melakukan tapa brata kemudian diberi gelar Mpu Galuh. Setelah cukup umur Mpu Bumi Sakti menganugerahkan pusaka bertuah kepda kedua putranya. Mpu Gandring Sakti diberikan cincin emas bermatakan manic bang, yang bertuah dalam tugas Mpu Gandring Sakti membuat senjata dan benda benda tajam. Sedangkan kepada Mpu Galuh diberikan cincin dengan permata ratna cempaka, sebab beliau menguasi ilmu Kusumadewa. Itulah anugerah Mpu Bumi Sakti kepada anak-anaknya.

Setelah pemberian itu, lama kelamaan timbul rasa iri hati pada diri Mpu Gandring Sakti dan kurang senang dengan cincin pemberian ayahandannya, karena cincin tersebut dianggap tidak bertuah dan tidak berguna baginya. Lalu timbul rasa sakit hati kepada adiknya, yang dianggap tidak pantas memiliki cincin dengan permata ratna cempaka itu. Kemudian Mpu Gandring Sakti memanggil adiknya serta mengatakan, karena Mpu galuh masih muda, jadi belum boleh memiliki cincin itu, dan sebaiknya cicin itu diserahkan kepada beliau (Mpu Gandring Sakti). Namun Mpu galuh menolak permintaan itu. Walaupun berkali kali diminta tetap saja Mpu Galuh menolak. Akibatnya Mpu Gandring Sakti sangat marah lalu menganiaya adiknya. Kendatipun demikian Mpu Galuh yang memiliki sifat tenang dan taat pada ajaran agama, tidak mau mengadakan perlawanan tetapi juga tetap mau menyerahkan cincin permata mirah cempaka tersebut. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka pada suatu malam, secara sembunyi-sembunyi Mpu Galuh meninggalkan pasraman Kayumanis menuju gunung Renggakusuma, disana beliau melakukan tapa brata. Pada saat itu kebetulan Hyang Mahadewa sedang bersenang-senang disana, dan melihat Mpu Galuh melakukan tapa brata, kemudian didekati dan menanyakan siapa nama, dan mengapa melakukan tapa brata di hutan belantara. Dijawab oleh Mpu Galuh, bahwa bahwa beliau adalah seorang brahmani dari paasraman Kayumanis, anak dari Bhagawan Pandeya Mpu Bumi Sakti, dan melakukan tapa brata untuk melepaskan diri dari kehidupan duniawi guna mencapai sorga bila meninggal dunia. Kemudian bersabda Hyang Mahadewa “Wahai Mpu Galuh kamu adalah seorang wanita brahmani uttama, gunawan dan ahli dalam ajaran dan filsafat, sekarang aku perintahkan kamu agar pergi ke gunung Agung di Bali, disanalah pasramanku”.

Lanjut Hyang Mahadewa “Disana engkau supaya menggantikan kedudukan brahmana Sang Kulputih selaku pelayan disana, karena Sang Kulputih sudah tua dan akan segera kembali ke akhirat”. Mpu Galuh member hormat dan mengikuti perintah Hyang Mahadewa, berangkat dari gunung Renggakusuma ke pulau Bali.

Tidak diceritakan dalam perjalananMpu Galuh telah sampai di gunung Agung, disana Mpu galuh mengabdi kepada Hyang Mahadewa di Pura Besakih. Setiap hari melakukan persembahyanngan terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa seperti yang dilakukan oleh Sang Kulputih terdahulu. Sejak saat itu Mpu Galuh diberi gelar Dyah Kulputih. Setiap hari Mpu Galuh memepersiapkan sesajen untuk persembahyangan dan selalu dibantu oleh seekor kera putih binatang piaraan Hyang Mahadewa.

Dikutip dari buku: Prasati dan Babad Pande

Karya: Pande Made Purnajiwa
Tahun 2003

No comments:

Post a Comment