Oleh karena Mpu Galuh menghilang, Mpu bumi Sakti lalu memerintahkan Mpu Gandring Sakti untuk mencarinya. Sesudah berbulan-bulan Mpu Gandring sakti menyusuri jalan, masuk hutan, mencari ke desa-desa, namun tetap tidak berhasil menemukan Mpu Galuh. Akhirnya Mpu Gandring melakukan yoga semadi. Mohon petunjuk Ida Sang Hyang Widhi, akhirnya diberikan petunjuk, tampak dalam yoga semadi beliau Mpu Galuh berada di gunung Agung Bali.
Mpu Gandring Sakti menghentikan yoga semadinya, lalu segera berangkat ke Bali. Tidak diceritakan dalam perjalanan, pada saat matahari akan tenggelam, Mpu Gandring Sakti tiba disuatu tempat, disana Mpu Gandring Sakti beristirahat dibawah pohon randu. Tiba-tiba muncul raksasi, wajahnya sangat menyeramkan dan menankutkan, dia berteriak teriak “wahai manusia, laki laki yang rupawan, siapakah engkau gerangan, dari mana asalmu dan apa maksud kedatanganmu kemari. Aku adalah raksasi yang sangat ingin memakan daging manusia”. Mendengar teriakan raksasi tersebut, Mpu Gandring Sakti lalu mengucapkan matra Wisnu Pajaramurti, mantra itu menghilangkan sifat raksasa seseorang, sehingga raksasi itu tiba-tiba menjadi ramah. Mpu Gandring Sakti lalu mengatakan siapa dirinya serta tujuannya untuk mencari adikanya. Mendengar jawaban Mpu Gandring Sakti, raksasi tersebut lalu jatuh cinta dengan Mpu Gandring Sakti, dan ingin diperistri, dengan permohonan agar Mpu Gandring Sakti memberinya seorang anak sebagai penyupatan dosa-dosanya. Mendengar hal tersebut Mpu Gandring Sakti memenuhi permintaan raksasi tersebut dengan syarat agar melepas sifat keraksasan terlebih dahulu.
Mendengar jawaban Mpu Gandring Sakti, sangat gembira hati raksasi tersebut, dan seketika berubah wajah menjadi seorang wanita yang cantik jelita. Kemudian wanita itu menjelaskan bahwa dia adalah seorang bidadari yang bernama Dyah Giri Sewaka yang dikutuk oleh dewata menajdi seorang raksasi karena melakukan suatu dosa. Kemudian Dyah Giri Sewaka mengajak Mpu Gandring Sakti ke rumahnnya. Disana Mpu Gandring Sakti tinggal beberapa hari sampai Dyah Giri Sewaka hamil. Hingga pada suatu hari Mpu Gandring Sakti mengatakan kepada istrinya Dyah Giri Sewaka, bahwa dia akan melanjutkan perjalanan mencari adiknya, sebagaimana perintah ayahandanya. Dan meminta istrinya menunggunya disini dan menjaga anak dalam kandungannya.
Akhirnya diceritakan bahwa Mpu Gandring Sakti sudah tiba di Besakih, dan dilihat adiknya Mpu Galuh sedang melakukan yiga semadi, hal itu membuat Mpu Gandring Sakti menjadi takjub dan semakin menyesali perbuatannya terdahulu. Sesudah selesai melakukan yoga semadi Mpu Galuh turun dari tempat duduknya, begitu melihat Mpu Gandring Sakti, Mpu Galuh segera menyongsong kedatangan kakaknya, dengan ramah tamah dan sopan santun menyapa, serta menyatakan kegembiraannya atas kedatangan Mpu Gandring Sakti.
Setelah dipersilakan duduk, Mpu Gandring Sakti lalu menjelaskan kedatangannya adalah mengemban tugas ayahanda. Namun kini ternyata Mpu Galuh sudah menjadi pengikut ajaran Sang Kulputih,selalu melakukan pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi sebagai Siwa Budha. Om Nama Siwa Bhuda Ya. Mpu Gandring Sakti lanjut menyarankan supaya adiknya meneruskan cita-citanya yang mulia, yaitu mencapai tujuannya untuk manunggal kepada Sang Pencipta. Mendengar kata-kata Mpu Gandring Sakti tersebut, amatlah senang hati Mpu Galuh atau Dyah Kulputih.
Entah berapa lama Mpu Gandring Sakti tinggal di pasraman Mpu Galuh, lalu beliau permisi kepada adiknya untuk kembali ke pasraman Kayumanis, Madura, guna mempermaklumkan kepada ayahanndanya mengenai kabar baik tentang adiknya. Setelah cukup lama melakukan perjalanan melweati hutan belantara, samapailah Mpu Gandring Sakti di rumah istrinya Dyah Giri Sewaka, dan disambut dengan baik, sambil menggendong puteranya lakilaki yang baru beberapa pecan lahir. Mpu Gandring Sakti gembira sekali, menimang nimang puteranya, kemudian memberitahu istrinya tentang hasil perjalanannya. Lalu mengatakan bahwa beliau harus segera kembali ke Madura menyampaikan kabar baik ini. Dijawab oleh istrinya bahwa ia tidak mungkin ikut ke Madura dan akan menyerahkan puteranya untuk ikut ke Madura sebagai ganti atau bukti pengganti jiwanya. Puteranya itu kemudian diberi nama Brahmana Dwala.
Pada hari yang telah ditentukan untuk berangkat ke Madura, Mpu Gandring Sakti menggendong Brahmana Dwala. Kepada puteranya, Dyah giri Sewaka berucap, “anakku semoga engkau panjang usia, menurunkan pratisentana baik, dan dalam perjalananmu di hutan rimba tidak mendapat bahaya, begitu juga di kuburan, di sungai dan di laut tidak dihadang oleh mahluk jahat dan buas. Aku ibumu akan segera kemabali ke sorga, karena kutukan ibu sudah disupat oleh ayahmu” kemudian Dyah Giri Sewaka secara gaib hilang dari pandangan.
Adapun Mpu Gandring Sakti di dalam perjalanannya dengan menggendong puteranya melalui hutan rimba, tidak sedikit menghadapi rintangan, dan akhirnya beliau sampai di Pasaraman Kayumanis, Madura dengan selamat bersama puteranya. Setelah menghadap ayahandanya, beliau menyampaikan secara singkat hasil perjalannnya. Karena Mpu Gandring Sakti sudah tahu bahwa ayahandanya memiliki ilmu ‘duradarsana’ atau memiliki pengelihatan jauh. Mendengar laporan puteranya Mpu Bumi Sakti merasa sangat senang, karena beliau mengetahui apa maksud dan tujuan Mpu Galuh atau Dyah Kul Putih memilih jalan tersebut. Dan beliau berkeinginan untuk mendatangi pasraman Mpu Galuh di Besakih Bali.
Kemudian diceritakan bahwa Mpu Bumi Sakti memanggil Mpu Gandring Sakti, lalu berkata bahwa tugasnya sudah selesai di dunia fana ini, dan akan segera kemabli ke sorga. Setelah berkata tersebut Mpu Bumi Sakti secara tiba-tiba lenyap dari pandangan (moksa). Tinggalah Mpu Gandring Sakti bersama Brahmana Dwala.
Adapun Brahmana Dwala diceritakan sekarang sudah beranjak dewasa, beliau terkenal dalam hal melaksanakan pekerjaan Pande dan mengarang syair. Pada suatu hari Brahmana Dwala pergi ke Gunung Indrakila mengunjungi ayahandanya yang sejak lama melakukan tapa brata disana, memuja Dewa Hyang Agni. Disana Brahmana Dwala melihat ayahandanya sedang melakukan pranayama, Mpu Gandring Sakti dalam keadaan kurus karena melakukan brata makan dan minum, melihat hal itu timbul kasihat dihati Brahmana Dwala, bahkan sampai meneteskan air mata, bahkan sampai timbul niat beliau untuk ikut ayahandanya ke sorga meninggalkan bumi ini. Lalu Brahmana Dwala ikut duduk melakukan yoga semadi disamping ayahandannya. Setelah beberapa saat, tiba tiba dari angkasa berjatuhan bunga yang sangat harum semerbak disertai wedamantra dan sesat tampak roh suci Mpu Saguna atau Mpu patih Jayaberdiri didepan Brahmana Dwala, kemudian bersabda “Wahai cucuku Dwala, dengarkanlah baik-baik, aku datukmu Mpu Saguna atau Mpu Patih jaya, dan aku acapkali datang di Pura Penataran pande di Besakih, jangan sekali-kali engkau lupa kepada kawitan di Besakih sampaikan kepada anak cucu dikemudian hari.
Apabila engkau sungguh sungguh melakukan kewajiban Pande, harus dipelajari Dharma Kapandean seperti Mpu Bumi Sakti leluhurmu, begitu pula mengenai pekerjaan membuat senjata tajam, harus mengetahui ilmu ‘Batur Kamulan’ terutama tentang ajaran ‘Panca Bayu’. Yang dimaksud Panca Bayu adalah prana, apana, samana, udana dan byana. Dalam melaksanakan Dharma Kapandean, harus mengetahui tangan sebagai palu, jari tangan sebagai penjepitnya. Dan harus dapat melepaskan ‘asta candhala’ dari diri pribadi, itulah pantangan-pantangan yang harus diketahui, dan ditaati dalam melakukan tugas Kapandean. Kecuali itu ada lagi pantangan-pantangan, yaitu tidak boleh makan keleketu (dedalu/laron), ikan pinggulan (deleg/gabus) dan buah kaluwih (timbul). Selanjutnya apabila ayahmu Mpu Gandring Sakti meninggal dunia, tidak perlu dibuatkan upacara apa-apa lagi, karena ia sudah sempurna baik jiwa maupun raganya, dan jangan dimohonkan tirta pandita brahamana lagi, karena dikhawatirkan Pandita Brahmana itu belum sempurna, yang mengakibatkan atma ayahandamu jatuh ke neraka.
Kecuali itu harus kamu ketahui ‘kamandaka carita’”, demikian antara lain sabda roh suci Mpu Saguna atau Mpu Patih Jaya terhadap Brahmana Dwala, lalu Brahmana Dwala menyembah sambil berkata “ya datuk Pandita, seakan-akan mendapat tirta kamandalu rasanya”. Semua sabda Mpu Saguna atau Mpu Patih Jaya itu diingat oleh Brahmana Dwala, lalu beliau berjanji akan selalu taat mengikuti sabda arwah suci Mpu Saguna atau Mpu Patih Jaya sebagai leluhurnya, dan akan diteruskan keapda sanak keluarga dan keturunannya nanti. Jangan sampai ada sanak keluarga dan pratisantananya yang melanggar atau tidak mengikuti seperti sabada roh suci Mpu Saguna atau Mpu Patih Jaya.
Dikutip dari buku: Prasati dan Babad Pande
Karya: Pande Made Purnajiwa
Tahun 2003
Wednesday, July 22, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
om swastiastu..
ReplyDeletemantram panca bayu gimana ya?
suksma,
adinegara
ada kok...tapi ga di posting aza...
ReplyDelete