Thursday, December 11, 2008

PANDE MENGGUGAT "Dokumen 1"

Dokumen nomor urut 1 adalah surat rekes I Tomblos dkk, warga Pande asal Beng Gianyar, tertanggal 20 Mei 1911 yang "Dipersembahkan Kehadapan Tuan Besar Resident atas Keresidenan Bali dan Lombok yang bersemayam dengan kehormatan di Kota Singaraja"
Yang menaruh cap jempol pada surat rekes itu adalah I Tomblos, I Kotong, I Rawos, I Kebungan, I Juwing, I Gogot, I Punduh, I Giyet, I Didit, I Kerug, I Rat, I Nganta, I Kenting, I Sempir, I Berit, I Neteg, I Dumera, I Kumpul, I Gudut, I Dura dan I Cabong.

"Hamba rakyat Bali Hindu, bernama I Tomblos dan kula warga hamba bangsa Pande Wesi tinggal di Beng (Gianyar) mohon diampunkan oleh Sri Baginda Kanjeng Tuan Besar Resident, sebab ambil keberanian hati, menghaturkan surat rekes ini akan mengunjukan bertahu, seperti hamba nyatakan dibawah ini:
Adapun hamba ini bangsa Pande Wesi, tersebut dalam surat asal usul hamba, bahwa hamba tiada sekali-kali boleh memakai air bikinannya Padanda, pada waktu hamba bekerja selamatan apa juga, melainkan memakai air tirta di pura hamba di Beng; dan sebab ada tersebut weda, yang boleh dipakai bangsa hamba Pande Besi, menjadi dengan hal itu daari dulu dulu kala bangsa Pande Besi mendirikan Empu yaitu mewinten seperti perjalanan Padanda (brahmana), yang sekarang ini masih ada Empu di Slukadan (Bangli), juga pada Empu itulah hamba meminta air tirta buat hamba Pande Besi. Lagi diluar sebutan asal usul itu, kalau melanggar, tentu hamba akan mendapat celaka marabahaya dan lagi adat biasa menurut tersebut dalam surat babad hamba, kalau musim hamba mengaben (membakar mayit dengan selamatan) wadah itu bolehlah puncaknya pakai tumpang dibawah tumpang sebelas yaitu menurut cara bangsa satriya
"

Demikianlah I Tomblos memulai suratnya, dengan substansi yang jelas, dituangkandalam gaya bahasa yang lugas. Perhatikan penggunaan kata Hindu Bali, dan bukan agama tirta atau kata-kata lain untuk menamai agama yang dianut oleh orang Bali. Demikian pulapenggunaan kata bangsa Pande; dan bukan Sudra, karena memang Pande sejak dulu tidak mau menerima sebutan sudra atau jaba bagi mereka.

Ada tiga butir yang dimohonkan dalam surat rekes, yang aslinya berbunyi sebagai berikut :
"Maka dengan sepenuh-penuh permohonan hamba, sudilah kiranya Sri Paduka Tuang Kanjeng Resident, menguruskan perihal ikhwal hamba ini, supaya tetaplah adat hamba seperti tersebut dalam asal usul hamba, tiada memakai air tirta bikinan Padanda; kedua supaya tetaplah aturan hamba mengaben seperti sudah dijalankan biasa dari dulu kala; dan hamba mohon janganlah hamba dipaksa mengaku bangsa Sudra, biarlah hamba tetap dikasih mengaku bangsa Pande."

Sekalipun surat tersebut diatas adalah surat rekes atau surat banding atas keputusan Raad Kerta Gianyar sebelumnya yang mengalahkan warga Pande Beng, sejatinya surat tersebut adalah sebuah gugatan terbuka terhadap kesewenang-wenangan raja Gianyar terhadap Pande Beng.
Dalam surat rekesnya mereka juga menyampaikan keheranan mereka mengapa hanya mereka saja yang dipaksa memakai air tirtanya Pedanda, sementara warga Pande ditempat-tempat lain seperti di Banjar Pedel, Abianbase, di Taro, di Ked, di Apuh, di Srokadan dan tempat-tempat lainnya tidak dipaksa memakai air tirtanya Pedanda?.

No comments:

Post a Comment