Dalam Dossier Korn No. 213, sama sekali tidak terdapat dokumen yang menyangkut proses/jalannya peradilan di Raad Kerta Gianyar mengenai gugatan Dewa Manggis terhadap I Kotong dkk. Yang ada dalam Dossier Korn hanyalah vonis Raad Kerta di Gianyar tertanggal 13 September 1913 , yang menjatuhkan hukuman kepada pesakitan-pesakitan berikut :
Pertama; I Kotong, a) karena Walat Sobrah, yaitu perlawanan terhadap raja, b) karena sadtetayi yaitu penolakan perintah yang diberikan oleh pemerintah, kesalahan yang dapat dihukum menurut Kitab Hukum Agama dan Adiagama Bali dan memutuskan pengucilan keluar Bali seumur hidup.
Kedua; I Ingkong, karena Sadtetayi ulah tan ulah, yaitu sebagai pimpinan justru mendukung bawahan untuk tidak mematuhi perintah yang diberikan Negara, dinyatakan bersalah sesuai Kitab Hukum Agama dan Adiagama Bali dengan hukuman dikucilkan keluar daerah, ke Jemberana selama tiga tahun.
Ketiga; I Baruk, karena Sakaraita Sadtetayi, yaitu ikut serta dalam pembangkangan melawan perintah Negara dan dinyatakan bersalah sesuai Kitab Hukum Agama dan Adiagama Bali dengan pengucilan keluar daerah, ke jemberana selama tiga tahun.
Keempat; I Tomblos, Kelima: I Brasut, Keenam; I Rame, karena Satetayi Eweh Ujar Dulu, yaitu menghina raja dan tidak memenuhi perintah Negara, dinyatakan bersalah sesuai dengan Kitab Hukum Agama dan Adiagama Bali, masing-masing dijatuhi hukuman dibuang ke pulau Lombok, berturut-turut untuk dua tahun, satu tahun dan satu tahun.
Dengan catatan bahwa sambil menunggu keputusan ini, untuk sementara tetap dalam tahanan.
Pada tanggal 1 Nopember 1913, Residen Bali dan Lombok dengan Keputusan No. 7259/10 mengukuhkan keputusan Raad Kerta Gianyar dengan antara lain mengubah keputusan untuk terdakwa I Kotong, dari hukuman dikucilkan keluar Bali seumur hidup menjadi pembuangan keluar Bali selama delapan tahun.
Perlu diperhatikan bahwa vonis untuk I Kotong dkk, sama sekali tidak membatalkan keputusan Residen Bali dan Lombok tertanggal 16 April 1913 tentang pemakaian tirta Mpu dan penggunaan wadah/bade bertumpang bagi warga Pande, yang telah dibahas dimuka pada waktu membahas dokumen no. 9.
Dalam pembahasan Raad Kerta Gianyar sebelum keluarnya vonis tertanggal 13 September 1913, mungkin telah terjadi perbedaan pandangan yang tajam antara Leider (Pimpinan) Raad Kerta Gianyar, Kontrolir Schultz, dengan voorzitter (Pengawas) I Dewa Agung Ngurah dan anggota Raad Kerta Gianyar lainnya.
Hal ini jelas tergambar dari kalimat yang mendahului tanda tangan Kontrolir Schultz yang berbunyi: "Seperti tercantum diatas dengan sebagian tidak menerima usul saya".
Perubahan yang dilakukan Residen Bali dan Lombok pada waktu mengukuhkan vonis itu, seperti telah dikemukakan diatas, mungkin terjadi karena adanya catatan dari Kontrolir Schultz.
Dengan keluarnya vonnis untuk I Kotong dkk, maka berakhirlah perkara Babak Kedua antara Pande Beng melawan penguasa Gianyar.
Pengaruh kemenangan Pande Beng dalam usahanya menggugat ketidakadilan dengan menuntut diizinkannya pemakaian tirta Mpunya sendiri dan penggunaan wadah/bade bertumpang, sangat besar pengaruhnya terhadap Pande-Pande di desa-desa yang lain di Bali.
Karena pengaruh itu maka setelah kemenangan Pande Beng, timbul pergolakan di beberapa desa di Bali. Banyak perkara antara Pande dengan desa adatnya yang masih belum bisa/mau menerima warga Pande menggunakan tirta dari Mpunya sendiri dan menggunakan wadah/bade bertumpang, seperti yang akan diuraikan lebih lanjut pada waktu membahas dokumen nomor 14.
Sumber :
Pande Menggugat
Made Kembar Kerepun (alm)
Pertama; I Kotong, a) karena Walat Sobrah, yaitu perlawanan terhadap raja, b) karena sadtetayi yaitu penolakan perintah yang diberikan oleh pemerintah, kesalahan yang dapat dihukum menurut Kitab Hukum Agama dan Adiagama Bali dan memutuskan pengucilan keluar Bali seumur hidup.
Kedua; I Ingkong, karena Sadtetayi ulah tan ulah, yaitu sebagai pimpinan justru mendukung bawahan untuk tidak mematuhi perintah yang diberikan Negara, dinyatakan bersalah sesuai Kitab Hukum Agama dan Adiagama Bali dengan hukuman dikucilkan keluar daerah, ke Jemberana selama tiga tahun.
Ketiga; I Baruk, karena Sakaraita Sadtetayi, yaitu ikut serta dalam pembangkangan melawan perintah Negara dan dinyatakan bersalah sesuai Kitab Hukum Agama dan Adiagama Bali dengan pengucilan keluar daerah, ke jemberana selama tiga tahun.
Keempat; I Tomblos, Kelima: I Brasut, Keenam; I Rame, karena Satetayi Eweh Ujar Dulu, yaitu menghina raja dan tidak memenuhi perintah Negara, dinyatakan bersalah sesuai dengan Kitab Hukum Agama dan Adiagama Bali, masing-masing dijatuhi hukuman dibuang ke pulau Lombok, berturut-turut untuk dua tahun, satu tahun dan satu tahun.
Dengan catatan bahwa sambil menunggu keputusan ini, untuk sementara tetap dalam tahanan.
Pada tanggal 1 Nopember 1913, Residen Bali dan Lombok dengan Keputusan No. 7259/10 mengukuhkan keputusan Raad Kerta Gianyar dengan antara lain mengubah keputusan untuk terdakwa I Kotong, dari hukuman dikucilkan keluar Bali seumur hidup menjadi pembuangan keluar Bali selama delapan tahun.
Perlu diperhatikan bahwa vonis untuk I Kotong dkk, sama sekali tidak membatalkan keputusan Residen Bali dan Lombok tertanggal 16 April 1913 tentang pemakaian tirta Mpu dan penggunaan wadah/bade bertumpang bagi warga Pande, yang telah dibahas dimuka pada waktu membahas dokumen no. 9.
Dalam pembahasan Raad Kerta Gianyar sebelum keluarnya vonis tertanggal 13 September 1913, mungkin telah terjadi perbedaan pandangan yang tajam antara Leider (Pimpinan) Raad Kerta Gianyar, Kontrolir Schultz, dengan voorzitter (Pengawas) I Dewa Agung Ngurah dan anggota Raad Kerta Gianyar lainnya.
Hal ini jelas tergambar dari kalimat yang mendahului tanda tangan Kontrolir Schultz yang berbunyi: "Seperti tercantum diatas dengan sebagian tidak menerima usul saya".
Perubahan yang dilakukan Residen Bali dan Lombok pada waktu mengukuhkan vonis itu, seperti telah dikemukakan diatas, mungkin terjadi karena adanya catatan dari Kontrolir Schultz.
Dengan keluarnya vonnis untuk I Kotong dkk, maka berakhirlah perkara Babak Kedua antara Pande Beng melawan penguasa Gianyar.
Pengaruh kemenangan Pande Beng dalam usahanya menggugat ketidakadilan dengan menuntut diizinkannya pemakaian tirta Mpunya sendiri dan penggunaan wadah/bade bertumpang, sangat besar pengaruhnya terhadap Pande-Pande di desa-desa yang lain di Bali.
Karena pengaruh itu maka setelah kemenangan Pande Beng, timbul pergolakan di beberapa desa di Bali. Banyak perkara antara Pande dengan desa adatnya yang masih belum bisa/mau menerima warga Pande menggunakan tirta dari Mpunya sendiri dan menggunakan wadah/bade bertumpang, seperti yang akan diuraikan lebih lanjut pada waktu membahas dokumen nomor 14.
Sumber :
Pande Menggugat
Made Kembar Kerepun (alm)
No comments:
Post a Comment