Dokumen nomor urut 2 memuat surat Pan Giyet, salah seorang penandatangan surat rekes, bertanggal 7 Agustus 1911, yang melapor kepada Sri Paduka Tuan Residen atas Pulau Bali dan Lombok mengenai adanya pemaksaan daari Dewa Manggis kepada warga Pande Beng, baik yang ikut menandatangani maupun yang tidak ikut menandatangani surat rekes tanggal 20 Mei 1911, yang isinya antara lain :
"Adapun hamba pada waktu itu , sama familie sekalian yang bertandatangan dalam surat rekes permohonan, belumlah dapat keputusan yang tentu dari perintah, melainkan ingatan hamba akan menunggu apaun putusannya, tiba-tiba pada tanggal 2 bulan ini, kebetulan hamba tiada di rumah hamba di desa Beng, tahu-tahu segala familie hamba, semuanya dihukum bogolan di Gianyar dan dengan pemberitahunya Dewa Manggis, karena ditimbang salah tiada mau memakai air tirta Pandita Brahmana."
Dalam surat tersebut diatas dapat diketahui bahwa yang dijadikan bogolan bukan hanya penandatangan surat rekes, tetapi juga warga Pande yang lain, yang tidak menandatanganinya.
Jurus bujuk rayuanpun dimainkan oleh Dewa Manggis dalam upayanya melunakan dan memupus perjuangan warga Pande sebagaimana dikemukan oleh Pan Giyet : "akan tetapi kapan-kapan mereka itu(warga Pande Beng) suka membuka bicara akan turut menggunakan air tirta Pandita Brahmana pada tempat yang perlu, Dewa Manggis sangguplah akan mengampuni dan melepaskan mereka itu dari hukumannya."
Pan Giyet bukan saja menolak bujuk rayu Dewa Manggis, tetapi langsung melaporkan tidak tanduk Dewa Manggis kepada Residen Bali dan Lombok, seperti berikut : "Mohon belas karunia Sri Paduka Kanjeng Tuan Besar Residen akan suka mengadilkan lagi kepaksaannya Dewa Manggis, supaya hamba dan familie jangan amat tertindas dari kemauannya Dewa Manggis."
Sumber :
Pande Menggugat
Made Kembar Kerepun (alm)
Pande Menggugat
Made Kembar Kerepun (alm)
No comments:
Post a Comment