Dokumen ini memuat surat Residen Bali dan Lombok kepada Residen Bali Selatan, tertanggal 16 April 1912, berbahasa Belanda, tulisan tangan. Surat itu merupakan jawaban atas surat kontrolir Gianyar tertanggal 18 Maret 1912, No. 306. Dokumen itu memuat keputusan yang memenangkan warga Pande Beng.
Dibawah ini disampaikan butir-butir penting dari surat Residen Bali dan Lombok sebagai berikut:
#."Jadinya Mpu itu berhak membuat tirta dan memberikan tirta, walupun ia bukan Pedanda Brahmana".
#."Beberapa warga Pande dari Beng selanjutnya meminta kepada saya juga dapat membuat keputusan tentang wadah/bade yang digunakan pada pembakaran jenazah, menentukan berapa banyak tumpang/tingkat yang mereka boleh pakai, sedangkan Stedehouder Gianyar Dewa Manggis yang semula membolehkan memakai tumpang 7 (tujuh) tetapi kemudian menurunkannya menjadi tumpang 5 (lima)".
#."Berdasarkan pertimbangan, bahwa para Pande dari Petemon di wilayah Buleleng menggunakan tumpang 7 (tujuh) dan menurutr Pedanda Raad Kerta tidak seorangpun merasa tersinggung (keberatan), keterangan Raad Kerta itu juga mengatakan sesuai adat Purwa Dresta, yaitu prilaku-prilaku tradisi dari dahulu kala dan diminta kepada saya agar menasehati (memberi advis) supaya semua warga Pande dibolehkan mengunakan wadah bertumpang 7 (tujuh), oleh saya dapat disetujui dan diputuskan".
#."Namun permohonan mereka supaya dapat dinyatakan menjadi berkasta Ksatria oleh saya tidak dapat dipenuhi dan mereka harus dianggap sebagai kesamen atau sudra".
Demikianlah butir-butir penting dari dokumen nomor 9 dan dengan demikian berakhirlah babak pertama perkara Pande Beng melawan Dewa Manggis dengan kemenangan dipihak warga Pande, dua dari tiga tuntutan warga Pande, pertama dibolehkan memakai tirta dari Mpu-nya sendiri, kedua dibenarkan mempergunakan wadah bertumpang 7 sudah dipenuhi, sedangkan tuntutan mereka sebagai Ksatria ditolak.
Sebagaimana diuraikan pada waktu menelaah dokumen-dokumen yang lalu, warga Pande Beng menolak disebut Sudra atau Jaba. Mereka bersiteguh menyatakan diri mereka bangsa Pande.
Memang dalam menyelesaikan perkara Pande lainnya yang terjadi ditempat-tempat yang lain, Raad Kerta pada umumnya berpegang kepada keputusan seperti terurai diatas, kecuali untuk perkara Pande Pohmanis yang akan diuraikan ketika menelaah dokumen nomor 13.
Diatas dikemukakan bahwa perkara Pande Beng ini, adalah baru perkara babak pertama saja, sebab Raja Gianyar pada tanggal 17 Juni 1913, hanya 14 bulan kemudian setelah perkara babak pertama itu, mengadakan pukulan balik kepada Pande Beng, sebagaimana akan terungkap dalam dokumen nomor 10.
Sumber :
Pande Menggugat
Made Kembar Kerepun (alm)
Dibawah ini disampaikan butir-butir penting dari surat Residen Bali dan Lombok sebagai berikut:
#."Jadinya Mpu itu berhak membuat tirta dan memberikan tirta, walupun ia bukan Pedanda Brahmana".
#."Beberapa warga Pande dari Beng selanjutnya meminta kepada saya juga dapat membuat keputusan tentang wadah/bade yang digunakan pada pembakaran jenazah, menentukan berapa banyak tumpang/tingkat yang mereka boleh pakai, sedangkan Stedehouder Gianyar Dewa Manggis yang semula membolehkan memakai tumpang 7 (tujuh) tetapi kemudian menurunkannya menjadi tumpang 5 (lima)".
#."Berdasarkan pertimbangan, bahwa para Pande dari Petemon di wilayah Buleleng menggunakan tumpang 7 (tujuh) dan menurutr Pedanda Raad Kerta tidak seorangpun merasa tersinggung (keberatan), keterangan Raad Kerta itu juga mengatakan sesuai adat Purwa Dresta, yaitu prilaku-prilaku tradisi dari dahulu kala dan diminta kepada saya agar menasehati (memberi advis) supaya semua warga Pande dibolehkan mengunakan wadah bertumpang 7 (tujuh), oleh saya dapat disetujui dan diputuskan".
#."Namun permohonan mereka supaya dapat dinyatakan menjadi berkasta Ksatria oleh saya tidak dapat dipenuhi dan mereka harus dianggap sebagai kesamen atau sudra".
Demikianlah butir-butir penting dari dokumen nomor 9 dan dengan demikian berakhirlah babak pertama perkara Pande Beng melawan Dewa Manggis dengan kemenangan dipihak warga Pande, dua dari tiga tuntutan warga Pande, pertama dibolehkan memakai tirta dari Mpu-nya sendiri, kedua dibenarkan mempergunakan wadah bertumpang 7 sudah dipenuhi, sedangkan tuntutan mereka sebagai Ksatria ditolak.
Sebagaimana diuraikan pada waktu menelaah dokumen-dokumen yang lalu, warga Pande Beng menolak disebut Sudra atau Jaba. Mereka bersiteguh menyatakan diri mereka bangsa Pande.
Memang dalam menyelesaikan perkara Pande lainnya yang terjadi ditempat-tempat yang lain, Raad Kerta pada umumnya berpegang kepada keputusan seperti terurai diatas, kecuali untuk perkara Pande Pohmanis yang akan diuraikan ketika menelaah dokumen nomor 13.
Diatas dikemukakan bahwa perkara Pande Beng ini, adalah baru perkara babak pertama saja, sebab Raja Gianyar pada tanggal 17 Juni 1913, hanya 14 bulan kemudian setelah perkara babak pertama itu, mengadakan pukulan balik kepada Pande Beng, sebagaimana akan terungkap dalam dokumen nomor 10.
Sumber :
Pande Menggugat
Made Kembar Kerepun (alm)
No comments:
Post a Comment