Tuesday, December 30, 2008

PANDE MENGGUGAT "Dokumen 18 dan 19"

Pertama akan dijelaskan terlebih dahulu mengapa klipping Bali Adnyana, nomor 25 edisi Jumat Legi, tanggal 10 Desember 1926 yang berjudul: "Buahnya Surya Kanta", dan Bali Adnyana Nomor 1, edisi Minggu 1 Januari 1928 yang berjudul: "Agama dan Adat Akan Dirobah", disertakan dalam telaah singkat ini.
Sebabnya adalah:
Pertama, karena dalam Dossier Korn 213 Leiden hanya disinggung secara pintas lalu saja mengenai masalah Pande Mengwi tahun 1926, seperti yang termuat dalam advis Asisten Residen Bali Selatan kepada Residen Bali dan Lombok tertanggal Nopember 1928, yang telah dikupas pada waktu membicarakan dokumen nomor 14, padahal maslaah Pande Mengwi merupakan masalah penting dalam jajaran maslaah Pande di Bali.
Kedua, karena dalam Bali Adnyana dengan jelas dikemukan bahwa terjadinya perkara Pande Mengwi itu adalah karena "Buahnya Surya Kanta" atau lebih tegas lagi karena hasutan dari Perkumpulan Surya Kanta.
Ketiga, karena baik Perkumpulan Surya Kanta maupun organnya/medianya yang juga bernama Surya Kanta, tokoh-tokoh utamanya adalah warga Pande, sebagaimana dikemukan oleh penulis Linda H. Connor dalam tulisannya yang berjudul: "Contesting adn Transdorming The Work for the Dead in Bali, The Case of Ngaben Ngerit" yang termuat dalam buku "Being Modern In Bali", yang disunting oleh Adrian Vickers. Dengan demikian yang memberi warna terhadap dasar-dasar perjuangan Surya Kanta mengenai kesetaraan dan kemajuan disegala bidang kehidupan sesuai dengan perkembangan jaman, termasuk didalam bidang agama dan adat, adalah warga Pande.
Bali Adnyana No. 35, edisi Jumat Legi, 10 Desember 1926, memuat artikel tentang perseketaan antara Pande Mengwi dengan desa adatnya, yang terjadi karena warga Pande Mengwi pada pengabenan yang berlangsung pada bulan Nopember 1926 bersikukuh menggunakan tirta pengentas dari Sira Mpunya sendiri disamping mempergunakan bade/wadah bertumpang tujuh yang ditentang dan tidak dibenarkan oleh desa adatnya. Jalan menuju ke tempat pembakaran jenazah diblokir dan dipenuhi onak dan duri. Syukurlah atas perintah Kontrolir Badung dan penjagaan ketat Polisi dan atas kebijaksanaan Punggawa Mengwi, pengabenan dapat berjalan dengan lancar tanpa huru hara. Kebijaksanaan yang diambil oleh Punggawa dalam menyelesaikan sengketa antara warga pande dengan desa adat adalah atas petunjuk dan pengarahan dari Kontrolir Onderafdeling Badung, yang mendapat laporan dari I Mastra, bahwa Punggawa Mengwi tidak mau memberi pertolongan kepada warga Pande dalam sengketanya dengan desa adatnya.
I Mastra adalah saudara dari I Nengah Metra tokoh Pande dari desa Bratan, yang pada waktu peristiwa itu adalah Presiden dari Perkumpulan Surya Kanta, yang memang dengan gigih memperjuangkan kesetaraan antara sesama orang Hindu di dalam segala bidang kehidupan.
Berkat campur tangan dan pembelaan dari tokoh-tokoh Surya Kanta seperti I Nengah Metra, I Ketut Nasa dan I Ketut Putra, yang melaporkan masalah pengabenan itu ke tingkat Kontrolir--yang kemudian memerintahkan agar Punggawa Mengwi menengahi masalah itu—pengabenan dapat berjalan sesuai dengan rencana tanpa ada korban yang jatuh, baik dikalangan warga Pande maupun dari warga desa.
Kutipan artikel Bali Adnyana nomor 1/1928 (dalam EYD): "Sebagai bukti yang nyata sekali akan perasaan kami yaitu hal semacam itu memang berbahaya, adalah sudah terjadi di Mengwi. Kalau hal itu hanya dipandang dari jauh saja, tentulah tak akan tampak besarnya bahaya, tetapi kalau orang suka mendekati mengetahui mendengar sendiri akan hal itu di desa Mengwi tentulah juga akan mempunyai perasaan sebagai kami, sebab sekarang diantara kaum Pande dan orang desa sudah sama dengki berdengkian dan juga ada permohonan membagi pura atawa sema (kuburan) dan lain-lainnya, yang mana akan memberi jalan maupun tauladan kepada kaum desa yang kurang pengetahuannya, sehingga juga lantas kurang mempercayai pada adat dan agamanya dan ternyata lantas bisa dipermain-mainkan oleh seorang dua dan karena hasutan lalu dituruti oleh yang lainnya, tetapi menurut itu adalah ternyata karena kebodohan maupun terpaksa, terbukti menurut kabar diantara kaum Pande di Mengwi yanbg dahulu tidak suka metirta Pedanda, sekarang ada juga yang minta kembali sebagaimana dahulu yaitu metirta Pedanda".
Berbeda dengan penilaian Bali Adnyana, setelah pengabenan berlangsung, hubungan antara warga Pande dan warga desa lainnya mesra kembali, kendatipun warga Pande bersangkutan tetap mempergunakan trita Mpunya sendiri.
Mengenai maslaah Pande di Blahbatuh, Bali Adnyana dalam nomor 1 Minggu, 1 Januari 1928, menyampaikan sebagai berikut: "begitu juga yang lebih mengherankan lagi hati kami dengan keadaan dalam Onderafdeling Gianyar, dimana Afdeling itu ada atas pimpinannya seorang Regent (setingkat Bupati) yang asal keturunan raja disitu, yaitu yang tak kurang daripada patut menjaga betul akan keselamatan dan keteguhan agama kita, hingga bisa juga terjadi sebagai di Mengwi ...........Tiba-tiba sekarang lantas ada sebagai di Blahbatuh lalu terkabul permohonannya. Dalam hal ini timbulah pernyataan dalam hati kami; Atas kemauan siapakah merubah itu aturan dahulu ??? Kalau umpama dari kemauan Regent atau Pedanda Lid Raad Kerta, adalah kami anggap perbuatan itu tak patut sekali-kali, sebab beliau sekalian masih orang Bali yang memeluk juga Agama Bali, malah sebaliknya beliau harus mempertahankan sedapat-dapatnya ....................Kalau memang Regent bermaksud menuruti kemauan bangsa Pande barangkali baik kalau dimohonkan pada Pemerintah ia tinggal terasing dari tempat desa bekasnya ia metirta Pedanda, supaya percekcokan jangan terjadi dan sekalian hak-haknya dalam desa itu dihapuskan, sebab memang atas kemauannya sendiri ia meninggalkan haknya".
Selain mengeluarkan unek-uneknya, tidak lupa Bali Adnyana menasehati Regent Gianyar apa yang seharusnya dilakukan, yaitu mengasingkan warga Pande agar terpisah dari desanya. Tentu saja nasehat itu tidak ada yang menggubrisnya. Ternyata setelah keluarnya keputusan Pemerintah yang membenarkan warga Pande Kajanan di Blahbatuh, warga Pande menjadi rukun seperti sedia kala dengan desa adatnya.
Sumber :
Pande Menggugat
Made Kembar Kerepun (alm)

No comments:

Post a Comment